Selasa, 03 Juli 2012
Kliring Elektronik
Kegiatan Bank antara lain melakukan kegiatan KLIRING yang merupakan suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Dalam pelaksanaan kliring terdiri dari beberapa peserta antara lain : peserta langsung (Bank Retail, Bank Devisa) dan peserta tidak langsung (BPR). Adapun jenis-jenis kliring terdiri dari : Kliring Umum, Kliring Lokal, Kliring antar Cabang.
Bank Indonesia mengeluarkan Sistem Kliring Elektronik (SKE). SKE mempunyai beberapa tujuan, antara lain :
1. Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan system pembayaran lebih cepat, akurat, handal, aman dan lancar.
2. Meningkatkan efisiensi, efektifitas serta keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses Kliring.
3. Memenuhi kebutuhan informasi para peserta kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat dan tepat waktu.
Dokumen kliring merupakan dokumen control dan berfungsi sebagai alat banttu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari :
1. Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD);
2. Bukti Penyerahan Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK);
3. Kartu Batch Warkat Debet;
4. Kartu Batch Warkat Kredit;
5. Lembar Substansi.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring. Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantor-kantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
Ada beberapa manfaat yang Anda peroleh melalui SKNBI, yaitu
1. Mendapatkan pelayanan yang cepat, rasa amandalam bertransaksi dan biaya relatif murah.
2. Mendapat alternatif pelayanan jasa transfer dana yang kompetitif.
SKNBI diselenggarakan oleh:
1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional;
2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI disuatu wilayah kliring tertentu.
Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat Terminal Pusat Kliring dan jaringan komunikasi data baik main maupun backup untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi.
Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada Anda selaku pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) zona waktu untuk dapat melakukan transfer kredit dengan lancar, maka kliring kredit dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus kliring. Pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus pertama dilakukan mulai pukul 08.15 WIB s.d. 11.30 WIB sedangkan pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus kedua dilakukan mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.3 WIB.
Untuk kliring debet pengiriman warkat/data keuangan elektronik debet ditetapkan oleh masingmasing PKL dengan batas maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke PKN pada pukul 15.30 WIB. Jadwal kliring di atas adalah pada level bank, sedangkan pada level nasabah dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal yang ditetapkan masingmasing bank.
Bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat. Besarnya biaya kliring yang dikenakan Bank kepada nasabah/masyarakat sesuai dengan ketentuan intern masing-masing bank.
Untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dan memastikan bahwa seluruh sistem kliring berjalan dengan aman, Bank Indonesia secara periodik telah meminta independent IT auditor untuk mengaudit seluruh aplikasi maupun jaringan yang digunakan dalam SKNBI. Dalam menguji kehandalan sistem, independent IT auditor tersebut juga telah pula melakukan penetration test untuk mengkaji kemungkinan adanya loop hole yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh para hacker untuk menembus pertahanan sistem.
Dalam sistem kliring saat ini Anda dapat melakukan transaksi dengan mengkliringkan Cek/BG yang Anda terima pada wilayah kliring dimana saja sepanjang Cek/BG Bank yang Anda terima telah menjadi anggota Intercity Clearing. Ada beberapa hal-hal yang perlu anda perhatikan dalam bertransaksi menggunakan kliring, yaitu:
1. Pastikan bahwa Cek/BG tidak dalam keadaan lusuh/lecek/sobek, karena akan mengganggu pada saat pemrosesan Cek/BG tersebut dalam sistem kliring.
2. Pastikan Anda mengkliringkan Cek/BG atau transfer uang Anda pada waktu jam pelayanan kas Bank Anda, agar transaksi Anda dapat diterima pada hari yang sama. Apabila perlu, tanyakan kepastian diterimanya dana tersebut.
3. Apabila dana tersebut baru diterima di rekening Anda keesokan harinya setelah pukul 09.00 atau hari-hari selanjutnya, maka Anda dapat meminta kompensasi bunga sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Bank dimana rekening Anda berada.
4. Apabila Cek/BG yang Anda pegang ditolak dalam kliring, tanyakan pada Bank sebab/alasan Cek/BG tersebut ditolak dan mintalah bukti tertulisnya. Sebab-sebab umum yang sering kali terjadi adalah karena syarat formal tidak dipenuhi, seperti pencantuman tanggal dan tempat dikeluarkannya Cek/BG atau saldo yang tidak mencukupi.
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan.
Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta. Tujuan RTGS:
1. Memberikan pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan efisien
2. Memberikan kepastian pembayaran
3. Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)
4.Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
5. Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro
6. Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7. Meningkatkan efisiensi pasar uang
Dikutip dari :
http://daususus.wordpress.com/2012/04/14/kliring-elektronik/http://daususus.wordpress.com/2012/04/14/kliring-elektronik/
Senin, 04 Juni 2012
macam-macam tagihan
1.Harga adalah jumlah uang yang diterima oleh penjual dan hasil penjualan suatu produk barang atau jasa, yaitu penjualan yang terjadi pada perusahaan atau tempat usaha/ bisnis; harga tersebut tidak selalu merupakan harga yang diinginkan oleh penjual produk barang/ jasa tersebut, tetapi merupakan harga yang benar-benan terjadi sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli (price).
2.Lelang Adalah
penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi (lelang naik); 2 penjualan saham di bursa efek; penjual dapat menawarkan harga yang diinginkan, tetapi jika tidak ada pembeli, penjual dapat menurunkan harganya sampai terjadi kesepakatan (lelang turun)(auction).
3.Fixed rate tender (FRT)adalah
Mekanisme lelang SBI dimana peserta lelang menempatkan penawaran (bid) sejumlah yang diinginkan pada tingkat suku bunga tertentu yang diumumkan terlebih dahulu oleh bank sentral.
4.Variable Rate Tender (VRT)adalah
Metode lelang SBI dimana tingkat diskonto diajukan oleh peserta lelang. Bank Indonesia mengumumkan target indikatif lelang SBI. Bank Indonesia menyediakan likuiditas atau menarik likuiditas dari pasar berdasarkan penawaran yang diajukan peserta. Bank Indonesia hanya menerapkan minimum harga penawaran, selanjutnya peserta mengajukan penawaran sesuai harga yang mereka inginkan.
5.Dealer primer adalah
bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (primary dealer.)
Pengertian Tagihan
Tagihan adalah
formulir berisi perincian barang, jasa, dan harga, yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual; dokumen yang membuktikan kewajiban debitur kepada kreditur
Jenis-Jenis Transfer
JENIS-JENIS KIRIMAN UANG /TRANSFER BANK DI INDONESIA
Pasti semua orang pernah melakukan transaksi perbankan Kiriman uang ato Transfer kalo bahasa Banknya, baik untuk bisnis, ato bayar –bayar yang lainnya..
Transfer /kiriman uang yang saya maksud disini adalah transfer antar bank yang berbeda, contoh: anda punya rekening di Bank A, anda beli barang mau bayar ke si B yang rekeningnya ada di Bank B..( Khusus Bank dalam negeri) Ternyata masih banyak yang belum ngerti layanan apa aja yang tersedia di Bank untuk transaksi yang satu ini..(termasuk saya dulu..he.he).
Nah penjelasan saya mudah-mudahan bermanfaat..
Ada 2 jenis transfer/kiriman uang ke Bank lain (bukan Bank yg sama dengan Bank ente buka rekening)
1.RTGS (Real Time Gross Settleman)
2.Kliring LLG Kredit
RTGS : Adalah Kiriman /transfer ke Bank lain dari nominal Rp 1 s/d tak terbatas , yang waktu kirimnya sampai hari itu juga,.(bisa sampai 1 s/d 5 jam). Biayanya sekitar 20 rb-50 ribu tergantung Banknya). Waktunya mulai jam buka Bank sampai 14.00 ato 15.00 (tergantung banknya)
KLIRING LLG KREDIT : Adalah Kiriman /transfer ke Bank lain dari nominal Rp 1 s/d < Rp 100.000.000 ,(Untuk nominal ≥ Rp100.000.000 ga bisa pake kliring LLG tapi harus pake RTGS) yang waktu kirimnya sampai 1hari sampai seminggu,.( Biayanya sekitar 5rb-15 ribu tergantung Banknya). Waktunya mulai jam buka Bank sampai tutup Layanan (tergantung banknya). Kalo layanan Kliring bisa juga lewat ATM , jadi ga usah dateng ke Banknya…tapi syarat dan ketentuan berlaku ya..
Pelaku Transfer
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berencana memanggil Wajib Pajak Dalam Negeri (WDPN) dan mitranya di luar negeri yang tersangkut kasus transfer pricing.
Pemanggilan akan dilakukan jika pembayar alias wajib pajak tidak juga memenuhi imbauan Ditjen Pajak untuk menjelaskan suatu kasus transfer pricing yang menimpa perusahannya. "Pemanggilan adalah langkah terakhir, jika imbauan kami tidak diindahkan,"kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Iqbal Alamsjah, kepada KONTAN (12/11).
Transfer Pricing adalah trik penghindaran pajak oleh satu perusahaan dengan cara bertransaksi dengan perusahaan afiliasi di luar negeri memakai harga yang tak wajar. Akibatnya, perusahaan tampak rugi atau untung tipis dan akhirnya membayar pajak penghasilan (PPh) lebih kecil dari seharusnya.
Seusai Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor Per-48/PJ/2010 yang berlaku 3 November lalu, Ditjen Pajak Berwenang mengoreksi persetujuan bersama transfer pricing antara WDPN dan mitra di luar negeri. Koreksi dilakukan bila ada indikasi ketidakbenaran informasi atau dokumen yang diajukan WPDN Indonesia maupun mitra mereka. Ketentuan ini tercantum di pasal 19 Peraturan Direktur tersebut.
Beleid ini mengatur tiga mekanisme pengajuan koreksi. Pertama oleh WPDN sendiri. Sederhananya, WDPN sendiri yang aktif melakukan pengajuan koreksi ke Ditjen Pajak. Kedua, pengajuan koreksi oleh perusahaan negara mitra. Ketiga, dilakukan atas inisiatif Ditjen Pajak sendiri.
Nah, hak inisiatif Ditjen Pajak ini diatur di Pasal 22 Perdirjen tersebut. Alur sederhananya, Dirjen Pajak menugaskan bawahannya meminta surat-surat kepada WDPN di dalam negeri dan mitranya di luar negeri. Prosedur pengiriman surat berdasarkan persetujuan bersama (mutual agreement procedure).
Sayangnya, dalam Perdirjen tersebut tidak dijelaskan sampai kapan batas waktu pengiriman kembali dokumen koreksi transfer pricing dari WDPN dan mitranya. "Yang jelas, jika setelah kami imbau mereka tidak juga mematuhi, kami coba panggil untuk klarifikasi,'kata Iqbal.
Bertentangan UU Pajak
Pengamat perpajakan Roni Bako menyatakan, pemerintah harus mencermati betul klausul permintaan keterangan dan data dari WDPN dan mitranya di luar negeri. Apalagi jika sampai harus melakukan pemanggilan wajib pajak untuk mengklarifikasi kewajiban pajak mereka.
"Kalau sudah bicara pemanggilan, itu suda pada ranah penyidikan. Ditjen Pajak mesti hati-hati. Sebab itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Perpajakan. Sehingga pemanggilan itu batal demi hukum,"kata Roni.
Iqbal menegaskan, Ditjen Pajak akan tetap berhati-hati dalam kasus tersebut. Sebisa mungkin dihindari pemanggilan wajib pajak. "kami akan tetap mengutamakan imbauan kepada para wajib pajak,"kata Iqbal.
Pengertian Transfer
Transfer adalah pemindahan dana antar rekening disuatu tempat ke tempat yang lain, baik untuk kepentingan nasabah (debitur/non debitur) dan atau untuk kepentingan Bank itu sendiri.
KEUNTUNGAN TRANSAKSI TRANSFER.
1. Menghemat waktu.
2. Lebih aman.
MEKANISME ATAU PROSEDUR TRANSFER.
1. Jika seseorang ingin melakukan transfer bank, ia mengunjungi sebuah bank dan bank memberikan bentuk yang seseorang diharuskan untuk menyerahkan dengan rincian yang tepat untuk banknya.
2. Sementara membuat transfer bank Anda harus memiliki rincian sebagai berikut::
Nama Bank:
Nama Penerima Pembayaran:
Urutkan Kode:
Nomor Rekening:
IBAN:
SWIFT:
3. Transfer Bank biasanya memakan waktu 3-4 hari untuk mencerminkan jumlah dalam account penerima pembayaran itu. Namun, beberapa bank memiliki sistem pengolahan yang cepat dan jumlahnya ditransfer hari yang sama.
4. Sementara membuat transfer bank, kita harus selalu memasukkan nomor referensi yang tepat untuk membantu Penerima Pembayaran menemukan account.
Sabtu, 28 April 2012
Manejemen aktiva dan pasiva
PENDAHULUAN
Manajemen Sumber Dana penting bagi bank untuk memeperoleh dana. Secara garis besar sumber dana bank dapat di peroleh dari: Dari bank itu sendiri, Dari masyarakat luas, dan dari lembaga lainnya Jenis Sumber Dana. Dana tersebut akan diolah untuk memperoleh keuntungan bagi bank tersebut agar bank dapat membiayai operasioanalnya.
LANDASAN TEORI
Menurut undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana telah diubah dan disempurakan dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
PEMBAHASAN
Manajemen Sumber Dana
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung.oleh karena itu pemiliha sumber dana harus dilakukan secara tepat.
Secara garis besar sumber dana bank dapat di peroleh dari:
1. Dari bank itu sendiri
2. Dari masyarakat luas
3. Dan dari lembaga lainnya
Jenis Sumber Dana
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dana bank salah satu jenis dana yang bersumber dari bank itu sendiri adalah modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham.Adapun pencarian dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari:
1. Setoran modal dari pemegang saham yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemgang saham yang baru. Dana yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri. Pada umumnya modal setoran pertama dari pemilik bank sebagian digunakan untuk sarana perkantoran, pengadaan peralatan kantor dan promosi untuk menarik minat masyarakat.
2. Cadangan laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun di cadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan. Cadangan laba yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan dipergunakan untuk menutupi timbulnya resiko di kemudian hari. Cadangan ini dapat diperbesar apabila bagian untuk cadangan tersebut ditingkatkan atau bank mampu meningkatkan labanya.
3. Laba bank yang belum di bagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham.
Semakin besar modal yang dimiliki oleh suatu bank, berarti kepercayaan masyarakat bertambah baik dan bank tersebut akan diakui oleh bank-bank lain baik di dalam maupun di luar negeri sebagai bank yang posisinya kuat.
2. Dana yang bersumber dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Adapun Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana. Sumber dana yang dimaksud adalah:
1. Simpanan giro
2. Simpanan tabungan
3. Simpanan deposito.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dalam praktiknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana sendiri dan masyarakat. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu.
Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:
1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
2. Pinjaman antar bank (Call Money). Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
4. Surat berharga pasar uang (SBPU).
MANAJEMEN PENGGUNAAN DANA
Dana yang diperoleh sebuah bisnis perbankan perlu dialokasikan dengan tepat. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan alokasi aktiva. Alokasi aktiva merupakan pendistribusian dana investasi yang didasarkan pada fungsi dan kegunaan diantara berbagai kategori aktiva, termasuk ekuivalen kas, saham, investasi pendapatan tetap, dan aktiva berwujud lainnya. Alokasi aktiva akan berdampak baik pada resiko maupun laba. Alokasi aktiva merupakan konsep sentral dalam perencanaan keuangan bagi manajemen investasi bisnis perbankan, kebijakan alokasi aktiva perlu mengindahkan tingkat likuiditas, tetapi tidak mengabaikan tingkat rentabilitas. Untuk itu dana yang diperoleh dialokasikan ke dalam cadangan primer, cadangan sekunder, kredit, dan investasi dalam perbandingan yang tepat sesuai dengan perubahan-perubahan.
Jenis-Jenis Cadangan Bank:
A. Cadangan Primer (Primary Reserve)
Primary reserve diperlukan untuk memenuhi permintaan efektif dari para nasabah yang muncul secara tiba-tiba. Bahasa teknis perbankan dalam mewujudkan primary reserve ini adalah alat-alat yang dikuasai dan tercermin pada pos-pos aktiva, berupa : saldo kas dan saldo rekening pada Bank Indonesia. Cadangan primer merupakan garis pertahanan pertama sebuah bank jika para deposan menarik dana mereka.
B. Cadangan Sekunder
Cadangan sekunder digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya kurang dari satu tahun yang sekaligus dimanfaatkan untuk mencari laba. Cadangan sekunder merupakan pinjaman dan sekuritas yang dapat dikonversikan ke dalam uang tunai tanpa kerugian yang serius. Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Deposito, dan Surat Dagang adalah beberapa instrumen yang termasuk dalam cadangan sekunder. Cadangan sekunder tidak semata-mata sebagai penyangga cadangan utama, tetapi juga sebagai dana yang lincah bergerak dan ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dengan sifat-sifat yang tetap curre
4. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
5. Investasi Jangka Panjang
Pengertian
Di bidang perekonomian, kata investasi sudah lazim di pergunakan dansering diartikan sebagai penanaman uang dengan tujuan mencari untung. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata investasi diartikan lebih jelas, yaitu penanaman uang atau modal di suatu proyek atau perusahaan dengan tujuan untuk mencari untung di masa yang akan datang (Salim, 1991).
Di Indonesia, topik investasi sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 13) Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, deviden, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan.
KESIMPULAN
Bank mencari umber dana yang dapat di peroleh dari: Dari bank itu sendiri, Dari masyarakat luas, dan dari lembaga lainnya Jenis Sumber Dana.
Manajemen Sumber Dana penting bagi bank untuk memeperoleh dana. Secara garis besar sumber dana bank dapat di peroleh dari: Dari bank itu sendiri, Dari masyarakat luas, dan dari lembaga lainnya Jenis Sumber Dana. Dana tersebut akan diolah untuk memperoleh keuntungan bagi bank tersebut agar bank dapat membiayai operasioanalnya.
LANDASAN TEORI
Menurut undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana telah diubah dan disempurakan dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
PEMBAHASAN
Manajemen Sumber Dana
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung.oleh karena itu pemiliha sumber dana harus dilakukan secara tepat.
Secara garis besar sumber dana bank dapat di peroleh dari:
1. Dari bank itu sendiri
2. Dari masyarakat luas
3. Dan dari lembaga lainnya
Jenis Sumber Dana
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dana bank salah satu jenis dana yang bersumber dari bank itu sendiri adalah modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham.Adapun pencarian dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari:
1. Setoran modal dari pemegang saham yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemgang saham yang baru. Dana yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri. Pada umumnya modal setoran pertama dari pemilik bank sebagian digunakan untuk sarana perkantoran, pengadaan peralatan kantor dan promosi untuk menarik minat masyarakat.
2. Cadangan laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun di cadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan. Cadangan laba yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan dipergunakan untuk menutupi timbulnya resiko di kemudian hari. Cadangan ini dapat diperbesar apabila bagian untuk cadangan tersebut ditingkatkan atau bank mampu meningkatkan labanya.
3. Laba bank yang belum di bagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham.
Semakin besar modal yang dimiliki oleh suatu bank, berarti kepercayaan masyarakat bertambah baik dan bank tersebut akan diakui oleh bank-bank lain baik di dalam maupun di luar negeri sebagai bank yang posisinya kuat.
2. Dana yang bersumber dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Adapun Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana. Sumber dana yang dimaksud adalah:
1. Simpanan giro
2. Simpanan tabungan
3. Simpanan deposito.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dalam praktiknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana sendiri dan masyarakat. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu.
Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:
1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
2. Pinjaman antar bank (Call Money). Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
4. Surat berharga pasar uang (SBPU).
MANAJEMEN PENGGUNAAN DANA
Dana yang diperoleh sebuah bisnis perbankan perlu dialokasikan dengan tepat. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan alokasi aktiva. Alokasi aktiva merupakan pendistribusian dana investasi yang didasarkan pada fungsi dan kegunaan diantara berbagai kategori aktiva, termasuk ekuivalen kas, saham, investasi pendapatan tetap, dan aktiva berwujud lainnya. Alokasi aktiva akan berdampak baik pada resiko maupun laba. Alokasi aktiva merupakan konsep sentral dalam perencanaan keuangan bagi manajemen investasi bisnis perbankan, kebijakan alokasi aktiva perlu mengindahkan tingkat likuiditas, tetapi tidak mengabaikan tingkat rentabilitas. Untuk itu dana yang diperoleh dialokasikan ke dalam cadangan primer, cadangan sekunder, kredit, dan investasi dalam perbandingan yang tepat sesuai dengan perubahan-perubahan.
Jenis-Jenis Cadangan Bank:
A. Cadangan Primer (Primary Reserve)
Primary reserve diperlukan untuk memenuhi permintaan efektif dari para nasabah yang muncul secara tiba-tiba. Bahasa teknis perbankan dalam mewujudkan primary reserve ini adalah alat-alat yang dikuasai dan tercermin pada pos-pos aktiva, berupa : saldo kas dan saldo rekening pada Bank Indonesia. Cadangan primer merupakan garis pertahanan pertama sebuah bank jika para deposan menarik dana mereka.
B. Cadangan Sekunder
Cadangan sekunder digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya kurang dari satu tahun yang sekaligus dimanfaatkan untuk mencari laba. Cadangan sekunder merupakan pinjaman dan sekuritas yang dapat dikonversikan ke dalam uang tunai tanpa kerugian yang serius. Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Deposito, dan Surat Dagang adalah beberapa instrumen yang termasuk dalam cadangan sekunder. Cadangan sekunder tidak semata-mata sebagai penyangga cadangan utama, tetapi juga sebagai dana yang lincah bergerak dan ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dengan sifat-sifat yang tetap curre
4. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
5. Investasi Jangka Panjang
Pengertian
Di bidang perekonomian, kata investasi sudah lazim di pergunakan dansering diartikan sebagai penanaman uang dengan tujuan mencari untung. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata investasi diartikan lebih jelas, yaitu penanaman uang atau modal di suatu proyek atau perusahaan dengan tujuan untuk mencari untung di masa yang akan datang (Salim, 1991).
Di Indonesia, topik investasi sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 13) Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, deviden, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan.
KESIMPULAN
Bank mencari umber dana yang dapat di peroleh dari: Dari bank itu sendiri, Dari masyarakat luas, dan dari lembaga lainnya Jenis Sumber Dana.
Senin, 12 Maret 2012
pengertian lembaga keuangan dan ruang lingkupnya
Dalam rangka memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta mencapai visi Bank DKI untuk menjadi bank terbaik dalam kelasnya yang dapat dibanggakan oleh seluruh pemangku kepentingan, Bank DKI terus memperkuat tata kelola perusahaan, termasuk struktur pengendalian internal dan manajemen risiko, serta penerapan standar baku operasi yang lebih seragam dan transparan.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.
Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:
Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.
Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.
STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.
3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris
Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.
Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.
Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.
4. Direksi
Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:
Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.
5. Komite-Komite dibawah Direksi
Komite Manajemen Risiko
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).
KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :
Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.
Komite Asset and Liability (ALCO)
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.
Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.
Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan
Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.
Tugas dan Tanggung Jawab
Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku
Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan
Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.
Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi
Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.
Tugas dan Tanggung Jawab
Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.
Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.
Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:
Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.
Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.
STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.
3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris
Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.
Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.
Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.
4. Direksi
Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:
Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.
5. Komite-Komite dibawah Direksi
Komite Manajemen Risiko
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).
KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :
Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.
Komite Asset and Liability (ALCO)
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.
Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.
Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan
Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.
Tugas dan Tanggung Jawab
Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku
Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan
Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.
Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi
Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.
Tugas dan Tanggung Jawab
Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.
Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur lembaga perbankan
Dalam rangka memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta mencapai visi Bank DKI untuk menjadi bank terbaik dalam kelasnya yang dapat dibanggakan oleh seluruh pemangku kepentingan, Bank DKI terus memperkuat tata kelola perusahaan, termasuk struktur pengendalian internal dan manajemen risiko, serta penerapan standar baku operasi yang lebih seragam dan transparan.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.
Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:
Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.
Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.
STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.
3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris
Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.
Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.
Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.
4. Direksi
Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:
Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.
5. Komite-Komite dibawah Direksi
Komite Manajemen Risiko
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).
KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :
Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.
Komite Asset and Liability (ALCO)
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.
Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.
Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan
Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.
Tugas dan Tanggung Jawab
Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku
Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan
Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.
Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi
Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.
Tugas dan Tanggung Jawab
Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.
Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.
Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:
Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.
Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.
STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.
3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris
Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.
Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.
Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.
4. Direksi
Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:
Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.
5. Komite-Komite dibawah Direksi
Komite Manajemen Risiko
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).
KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :
Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.
Komite Asset and Liability (ALCO)
Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.
Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.
Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan
Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.
Tugas dan Tanggung Jawab
Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku
Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan
Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.
Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi
Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.
Tugas dan Tanggung Jawab
Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.
Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.
fungsi-fungsi lembaga keuangan
JAKARTA - Maraknya kasus-kasus yang menyangkut dunia finansial belakangan, menimbulkan pertanyaan soal lemahnya pengawasan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh komisaris, terutama di perusahaan terbuka pun diragukan.
Menurut Pengamat Ekonomi UGM, Revrizom Baswir, jika dirunut hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang mentah-mentah dianut Indonesia. Oleh karenanya, tak ada aturan yang spesifik mengatur fungsi pengawasan yang dilakukan komisaris.
Perusahaan saat ini bebas memilih direksi maupun komisaris sesuai keinginan pemilik. Bukan menjadi rahasia lagi jika misalnya para purnawirawan dan orang-orang yang memiliki banyak relasi terhadap kekuasaan atau lingkungan bisnis diangkat menjadi komisaris suatu perusahaan, termasuk perusahaan terbuka. “Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi hanya sebagai alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,” ucapnya kepada SH, Senin (9/5).
Untuk membuat fungsi pengawasan komisaris kembali kekhitahnya, Revrizon mengusulkan sebaiknya ada pengaturan khusus. Untuk perusahaan terbuka misalnya, kata Revrizon, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), bisa berperan lebih dengan membuat aturan baru.
“Bapepam-LK misalnya, bisa melakukan fit and profer test untuk calon komisaris perusahaan terbuka atau menerapkan pembatasan jabatan komisaris seseorang,” tuturnya.
Contoh kasus dari banyaknya jabatan komisaris dipegang seseorang dan membuat fungsi pengawasan dituding tak optimal bisa dilihat dari sosok Erry Firmansyah. Mantan Diretur Utama Bursa Efek Indoensia (BEI) ini menjabat komisaris di 12 perusahaan, di antaranya PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Benakat Petroleum Enery Tbk (BIPI), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalu PT Makmur Sejahtera, PT Berau Energy, PT Elnusa, PT Astra Internasional, Pefindo, dan Newmont Nusa Tenggara.
“Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,”. Erry sebelumnya mengaku, jika fungsi pengawasan yang dilakukan olehnya sebagai komisaris sudah berjalan. Untuk kasus Elnusa misalnya, Dewan Komisaris PT Elnusa Tbk pernah mempertanyakan keberadaan dana Rp 161 miliar kepada Direktur Keuangan Elnusa, Santun Nainggolan, yang disimpan di PT Bank Mega Tbk.
Namun, karena direksi terkait bisa menunjukkan bukti sertifikat deposito dan pembayaran bunga terus mengalir, dewan komisaris pun memercayainya. Terlebih lagi ada audit akuntan publik pada akhir tahun laporan.
Erry mengatakan, sertifikat asli deposito dari Bank Mega sampai saat ini masih dipegang oleh manajemen, sehingga dewan komisaris dan direksi tidak menaruh kecurigaan kepada oknum terkait. Bapepam-LK, kata Revrizon, sebenarnya bisa mendasari penerapan aturan pembatasan jabatan dengan alasan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas di suatu perusahaan terbuka. Pasalnya, dengan sekian banyak jabatan rangkap fungsi pengawasan diyakini tak akan efektif.
Menolak
Saat hal ini dikonfirmasi ke Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, ia menolak jika aturan termasuk melakukan fit and proper test harus dilakukan pihaknya. Itu karena izin usaha dari emiten tak diberikan oleh bapepam-LK, tapi oleh pihak lain. Bapepam-LK menurutnya hanya akan bisa mengatur semacam fit and propert test untuk perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh Bapepam-LK seperti perusahaan efek.
Menurut Nurhaida, untuk urusan aturan GCG, khususnya untuk perusahaan terbuka sendiri, sejatinya sudah banyak dilakukan oleh Bepapm-LK. “Sudah banyak aturan untuk GCG, misalnya kewajiban soal penempatan komisaris independen. Selain itu sejak 2-3 tahun terakhir, sanksi juga kami berlakukan untuk personal dari direksi atau komisaris bukan hanya untuk emitennya,” tuturnya.
sumber:sinar harapan
Fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh komisaris, terutama di perusahaan terbuka pun diragukan.
Menurut Pengamat Ekonomi UGM, Revrizom Baswir, jika dirunut hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang mentah-mentah dianut Indonesia. Oleh karenanya, tak ada aturan yang spesifik mengatur fungsi pengawasan yang dilakukan komisaris.
Perusahaan saat ini bebas memilih direksi maupun komisaris sesuai keinginan pemilik. Bukan menjadi rahasia lagi jika misalnya para purnawirawan dan orang-orang yang memiliki banyak relasi terhadap kekuasaan atau lingkungan bisnis diangkat menjadi komisaris suatu perusahaan, termasuk perusahaan terbuka. “Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi hanya sebagai alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,” ucapnya kepada SH, Senin (9/5).
Untuk membuat fungsi pengawasan komisaris kembali kekhitahnya, Revrizon mengusulkan sebaiknya ada pengaturan khusus. Untuk perusahaan terbuka misalnya, kata Revrizon, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), bisa berperan lebih dengan membuat aturan baru.
“Bapepam-LK misalnya, bisa melakukan fit and profer test untuk calon komisaris perusahaan terbuka atau menerapkan pembatasan jabatan komisaris seseorang,” tuturnya.
Contoh kasus dari banyaknya jabatan komisaris dipegang seseorang dan membuat fungsi pengawasan dituding tak optimal bisa dilihat dari sosok Erry Firmansyah. Mantan Diretur Utama Bursa Efek Indoensia (BEI) ini menjabat komisaris di 12 perusahaan, di antaranya PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Benakat Petroleum Enery Tbk (BIPI), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalu PT Makmur Sejahtera, PT Berau Energy, PT Elnusa, PT Astra Internasional, Pefindo, dan Newmont Nusa Tenggara.
“Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,”. Erry sebelumnya mengaku, jika fungsi pengawasan yang dilakukan olehnya sebagai komisaris sudah berjalan. Untuk kasus Elnusa misalnya, Dewan Komisaris PT Elnusa Tbk pernah mempertanyakan keberadaan dana Rp 161 miliar kepada Direktur Keuangan Elnusa, Santun Nainggolan, yang disimpan di PT Bank Mega Tbk.
Namun, karena direksi terkait bisa menunjukkan bukti sertifikat deposito dan pembayaran bunga terus mengalir, dewan komisaris pun memercayainya. Terlebih lagi ada audit akuntan publik pada akhir tahun laporan.
Erry mengatakan, sertifikat asli deposito dari Bank Mega sampai saat ini masih dipegang oleh manajemen, sehingga dewan komisaris dan direksi tidak menaruh kecurigaan kepada oknum terkait. Bapepam-LK, kata Revrizon, sebenarnya bisa mendasari penerapan aturan pembatasan jabatan dengan alasan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas di suatu perusahaan terbuka. Pasalnya, dengan sekian banyak jabatan rangkap fungsi pengawasan diyakini tak akan efektif.
Menolak
Saat hal ini dikonfirmasi ke Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, ia menolak jika aturan termasuk melakukan fit and proper test harus dilakukan pihaknya. Itu karena izin usaha dari emiten tak diberikan oleh bapepam-LK, tapi oleh pihak lain. Bapepam-LK menurutnya hanya akan bisa mengatur semacam fit and propert test untuk perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh Bapepam-LK seperti perusahaan efek.
Menurut Nurhaida, untuk urusan aturan GCG, khususnya untuk perusahaan terbuka sendiri, sejatinya sudah banyak dilakukan oleh Bepapm-LK. “Sudah banyak aturan untuk GCG, misalnya kewajiban soal penempatan komisaris independen. Selain itu sejak 2-3 tahun terakhir, sanksi juga kami berlakukan untuk personal dari direksi atau komisaris bukan hanya untuk emitennya,” tuturnya.
sumber:sinar harapan
Jenis-jenis lembaga keuangan dan contoh-contohnya:
Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
DPPK didirikan oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan dengan kepesertaan terbatas pada karyawan saja. Adapun Pengurus dan Dewan Pengawas ditunjuk/diberhentikan oleh Pendiri. Program pensiun ada dua pilihan yaitu : Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti.
Usia pensiun untuk peserta ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) dengan kebijakan investasi berada di tangan Pendiri (untuk PPMP) atau Pendiri & Dewan Pengawas (untuk PPIP). Dengan kata lain peserta tidak bebas menentukan jenis investasi yang dikendaki.
DPPK dengan PPMP, pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dibayarkan kepada peserta sedangkan DPPK dengan PPIP dikenakan pajak pada saat dana dibelikan anuitas.
Kenaikan manfaat pensiun untuk PPMP dapat ditetapkan untuk pensiunan bulanan sebaliknya untuk PPIP tidak dapat dikenakan kenaikan.
Pengurus DPPK wajib menyampaikan neraca dan perhitungan hasil usaha, ringkasan laporan investasi semesteran/tahunan (audit), ringkasan hasil evaluasi Dewan Pengawas atas kinerja investasi dan setiap perubahan PDP.
Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
DPLK dapat didirikan oleh Bank Umum atau Perusahaan Asuransi Jiwa, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan antara Pendiri dan Peserta mengingat peserta adalah perorangan.
Pengurus adalah pendiri langsung dengan Dewan Komisaris sebagai Dewan Pengawas. DPLK hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti dengan usia pensiun dapat ditentukan sesuai keinginan peserta.
Peserta dapat menarik hasil iurannya sendiri dan juga dapat menentukan jenis investasi yang diinginkan atau yang disediakan DPLK.
Pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dana dibelikan anuitas dan mengingat hanya menyelenggarakan PPIP maka tidak dapat dikenakan kenaikan manfaat pensiun bagi pensiunan bulanan.
DPLK wajib memuat Laporan Keuangan yang telah diaudit akuntan publik selain catatan atas Laporan Keuangan dalam surat kabar berskala nasional. Pengurus wajib memberitahukan peserta antara lain : posisi dana akhir tahun takwim, neraca & perhitungan hasil usaha dan perubahan PDP (ddws).
contoh-contohnya:
1.pajak
2.bangking
3.capital market
4.consulting
5.bisnis
sumber:wikipedia indonesia
Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
DPPK didirikan oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan dengan kepesertaan terbatas pada karyawan saja. Adapun Pengurus dan Dewan Pengawas ditunjuk/diberhentikan oleh Pendiri. Program pensiun ada dua pilihan yaitu : Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti.
Usia pensiun untuk peserta ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) dengan kebijakan investasi berada di tangan Pendiri (untuk PPMP) atau Pendiri & Dewan Pengawas (untuk PPIP). Dengan kata lain peserta tidak bebas menentukan jenis investasi yang dikendaki.
DPPK dengan PPMP, pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dibayarkan kepada peserta sedangkan DPPK dengan PPIP dikenakan pajak pada saat dana dibelikan anuitas.
Kenaikan manfaat pensiun untuk PPMP dapat ditetapkan untuk pensiunan bulanan sebaliknya untuk PPIP tidak dapat dikenakan kenaikan.
Pengurus DPPK wajib menyampaikan neraca dan perhitungan hasil usaha, ringkasan laporan investasi semesteran/tahunan (audit), ringkasan hasil evaluasi Dewan Pengawas atas kinerja investasi dan setiap perubahan PDP.
Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
DPLK dapat didirikan oleh Bank Umum atau Perusahaan Asuransi Jiwa, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan antara Pendiri dan Peserta mengingat peserta adalah perorangan.
Pengurus adalah pendiri langsung dengan Dewan Komisaris sebagai Dewan Pengawas. DPLK hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti dengan usia pensiun dapat ditentukan sesuai keinginan peserta.
Peserta dapat menarik hasil iurannya sendiri dan juga dapat menentukan jenis investasi yang diinginkan atau yang disediakan DPLK.
Pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dana dibelikan anuitas dan mengingat hanya menyelenggarakan PPIP maka tidak dapat dikenakan kenaikan manfaat pensiun bagi pensiunan bulanan.
DPLK wajib memuat Laporan Keuangan yang telah diaudit akuntan publik selain catatan atas Laporan Keuangan dalam surat kabar berskala nasional. Pengurus wajib memberitahukan peserta antara lain : posisi dana akhir tahun takwim, neraca & perhitungan hasil usaha dan perubahan PDP (ddws).
contoh-contohnya:
1.pajak
2.bangking
3.capital market
4.consulting
5.bisnis
sumber:wikipedia indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)