Senin, 12 Maret 2012

pengertian lembaga keuangan dan ruang lingkupnya

Dalam rangka memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta mencapai visi Bank DKI untuk menjadi bank terbaik dalam kelasnya yang dapat dibanggakan oleh seluruh pemangku kepentingan, Bank DKI terus memperkuat tata kelola perusahaan, termasuk struktur pengendalian internal dan manajemen risiko, serta penerapan standar baku operasi yang lebih seragam dan transparan.

Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.

Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:

Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.

Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.

Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.

Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.

Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.


STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).


2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi

Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.


3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris

Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.

Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.

Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.


4. Direksi

Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:

Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.


5. Komite-Komite dibawah Direksi

Komite Manajemen Risiko

Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).

KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :

Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.


Komite Asset and Liability (ALCO)

Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.

Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.


Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan

Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.

Tugas dan Tanggung Jawab

Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku

Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan

Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.


Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi

Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.



Tugas dan Tanggung Jawab

Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.

Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur lembaga perbankan

Dalam rangka memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta mencapai visi Bank DKI untuk menjadi bank terbaik dalam kelasnya yang dapat dibanggakan oleh seluruh pemangku kepentingan, Bank DKI terus memperkuat tata kelola perusahaan, termasuk struktur pengendalian internal dan manajemen risiko, serta penerapan standar baku operasi yang lebih seragam dan transparan.

Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bank DKI merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dan No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Undang Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun ketentuan lainnya yang mengatur hal tersebut.

Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara maksimal, Bank DKI berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan operasional perbankan. Prinsip-prinsip GCG yang secara umum dikenal dengan akronim TARIF dijabarkan sebagai
berikut:

Transparency
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan dalam proses pengambilan keputusan.

Accountability
Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaan berjalan efektif.

Responsibility
Kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.

Independent
Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.

Fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bank DKI sangat concern dalam meningkatkan efektivitas fungsi manajemen risiko melalui upaya penerapan Enterprise Risk Management (ERM), yang bekerja sama dengan D'lloyd. ERM merupakan suatu pengelolaan risiko perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, yang me-nyelaraskan visi dan misi dengan strategi pemilihan risk appetite dan risk tolerance serta tindakan mitigasi yang akan dilakukan, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.


STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Sesuai dengan Anggaran Dasar Bank DKI, RUPS merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. RUPS membahas dan menghasilkan keputusan penting atas masalah-masalah yang sedang atau akan dihadapi oleh Bank DKI. Di dalam RUPS tersebut juga dibahas dan diputuskan beberapa hal, diantaranya adalah menerima dengan baik atau menolak laporan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi, memilih dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta mengevaluasi kinerja dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun. Selain RUPS, atas permintaan pemegang saham, Bank DKI dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).


2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing, sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dewan Komisaris memiliki Pedoman Kerja bagi setiap anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi No.95 tahun 2007 tanggal 29 Juni 2007 tentang Buku Pedoman Kerja Dewan Komisaris Bank DKI. Buku panduan tersebut memuat antara lain komposisi, kedudukan Dewan Komisaris dalam organisasi Bank serta tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi

Komisaris memastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi melalui berbagai surat yang disampaikan kepada Direksi maupun dalam berbagai kesempatan rapat pengurus.
Dalam melakukan pengawasan tersebut, Komisaris juga telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan operasional Bank, kecuali: penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dan hal-hallain yangditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko, antara lain menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal
Dewan Komisaris melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen.


3. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris

Komite Audit
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Audit sejak tanggal 25 September 2006, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.108 tahun 2006 dan terhitung sejak 2 Oktober 2006 sampai dengan 22 Agustus 2009, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Audit. Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Audit Bank DKI berpedoman pada Piagam Komite Audit yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2006. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Audit yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Audit.

Komite Pemantau Risiko
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Pemantau Risiko sejak tanggal 7 Februari 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.16 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Pemantau Risiko dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi No. 50A tahun 2008 tentang Perubahan Komite Pemantau Risiko, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Pemantau Risiko.
Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG, Komite Pemantau Risiko Bank DKI memiliki pedoman sebagaimana disahkan dalam Keputusan Pengurus Bank No.123 tahun 2007 tentang Piagam Komite Pemantau Risiko Bank DKI. Piagam tersebut merupakan pedoman tertulis yang dijadikan sebagai acuan dari setiap kegiatan operasional Komite Pemantau Risiko yang memuat Visi & Misi Organisasi, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko.

Komite Remunerasi dan Nominasi
Sebagai salah satu kelengkapan perangkat Dewan Komisaris dalam melaksanakan GCG, maka Bank DKI telah memiliki Komite Remunerasi dan Nominasi sejak tanggal 21 Juni 2007, sebagaimana Surat Keputusan Direksi No.88 tahun 2007 tentang pengangkatan Komite Remunerasi dan Nominasi,dan telah mengalami perubahan sebagaimana Keputusan Direksi Bank DKI No.116 tahun 2007 tanggal 3 Agustus 2007 tentang Perubahan Komite Remunerasi dan Nominasi Bank DKI serta keputusan Direksi No. 38A tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pengangkatan Sukri Bey sebagai anggota Komite Remunerasi dan Nominasi PT Bank DKI, dan/atau tanpa mengurangi hak Dewan Komisaris untuk sewaktu-waktu memberhentikan anggota Komite Remunerasi dan Nominasi.


4. Direksi

Direksi bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan strategi dan kebijakan bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai dengan Visi dan Misi Bank serta memastikan pencapaian sasaran dan tujuan usaha. Direksi juga bertanggung jawab terhadap struktur pengendalian internal Bank dan penerapan manajemen risiko dan praktik-praktik tata kelola yang baik.
Direksi memastikan agar praktik-praktik akuntansi dan pembukuan Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; lebih jauh lagi Direksi mengawasi pelaksanaan audit internal, melakukan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan arahan Dewan Komisaris.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengelolaan Bank sehari-harinya, Direksi berpedoman pada Buku Pedoman Kerja Direksi sebagaimana keputusan Direksi No.97 tahun 2007, yang dilakukan pembagian tugas Direksi didasari pada struktur organisasi Bank, yaitu:

Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank
Direksi mengelola Bank sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
Direksi bertanggung jawab memastikan kebijakan dan strategi manajemen risiko dan tugas-tugas lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia dan lembaga atau instansi terkait lainnya.
Direksi bertanggung jawab dalam menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari auditor internal dan eksternal.


5. Komite-Komite dibawah Direksi

Komite Manajemen Risiko

Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan perumusan kebijakan yang bersifat strategis melalui koordinasi lintas unit, lintas fungsional dan melibatkan Manajemen Bank DKI. Sarana untuk merumuskan kebijakan tersebut adalah melalui Komite Manajemen Risiko (KMR).

KMR berfungsi memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :

Penyusunan kebijakan manajemen risiko serta perubahannya, termasuk strategi manajemen risiko dan contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Perbaikan atau penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun yang bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank DKI yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektivitas penerapan tersebut.
Penetapan atas hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregulations) seperti keputusan pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis bank yang telah melampaui limit yang telah ditetapkan.


Komite Asset and Liability (ALCO)

Pengelolaan seluruh risiko bisnis Bank DKI harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan asset dan liability, Bank DKI telah dilengkapi dengan Komite ALCO, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direksi No. 164 Tahun 2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Asset Liability Committee (ALCO) yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Direksi No. 88 Tahun 2006 dan Keputusan Direksi No. 39 tahun 2008. Terakhir, Komite ALCO ditetapkan dengan Keputusan Direksi No.125 tahun 2009 tanggal 9 Juni 2009.

Tugas pokok yang diemban ALCO adalah mengkaji, menganalisa dan dan menetapkan, memutuskan kebijakan-kebijakan strategis antara lain: penghimpunan dana, penggunaan dana, penetapan harga dan pengendalian risiko sehingga pengelolaan aset dan liabilitas dapat lebih terarah dan optimal dengan tetap mengacu kepada marketing oriented. Selain itu adalah menetapkan kebijakan yang terkait dengan manajemen likuiditas (liquidity management), management dan GAP, manajemen valuta asing, dan manajemen investasi & pendapatan.


Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan

Kredit dan pembiayaan merupakan sektor yang sangat strategis di setiap usaha keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang menyangkut sektor tersebut membutuhkan perencanaan, riset dan evaluasi mendalam. Setelah itu, harusdiimplementasikan secara tepat dan dalam pengawasan yang cukup ketat. Untuk itu Bank DKI telah membentuk Komite Kebijakan Kredit dan Pembiayaan (KKKP) sebagaimana Keputusan Direksi No. 183 tahun 2007 tanggal 18 Desember 2007, yang disempurnakan sesuai keputusan Direksi No. 99 tahun 2009 tentang perubahan Komite Kebijakan Kredit & Pembiayaan Bank DKI.

Tugas dan Tanggung Jawab

Merumuskan dan menetapkan permasalahan yang bersifat signifikan dan material, meliputi penyusunan kebijakan kredit dan pembiayaan serta perubahannya, perbaikan atau penyempurnaan penerapannya termasuk strategi kebijakan kredit dan pembiayaan, serta contingency plan apabila kondisi eksternal tidak normal.
Menetapkan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal di bidang kredit dan pembiayaan, antara lain seperti keputusan pelampauan ekspansi kredit dan pembiayaan yang signiikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi/eksposur risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
Merumuskan kebijakan risiko kredit dan pembiayaan berdasar hal-hal khusus yang dikehendaki (risk appetite) yang berkaitan dengan :
target market dan porsi
segmentasi
risk based pricing per segment
risk mitigation
maksimum hapus buku

Memantau portofolio kredit dan pembiayaan termasuk eksposur risikonya, baik on balance sheet maupun off balance sheet serta pemantauannya.
Melakukan perbaikan atau penyempurnaan pedoman dan arah kebijakan kredit dan pembiayaan yang dilaksanakan secara berkala maupun bersifat insidentil.
Menetapkan kebijakan dalam hal kredit dan pembiayaan bermasalah, berupa:
Penyelamatan (rescheduling, reconditioning, restructuring), atau
Penyelesaian melalui proses di pengadilan ataupun proses di luar pengadilan

Menetapkan kewenangan dalam bidang kredit dan pembiayaan.


Guna mendukung pelaksanaan tugasnya, telah ditetapkan Kebijakan Perkreditan & Pembiayaan sebagaimana Keputusan Direksi No.159 Tahun 2009. Komite Pengarah Teknologi Informasi

Guna pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/30/DPNP tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi pada Bank Umum, maka PT Bank DKI wajib membentuk Komite Pengarah Teknologi Informasi (KPTI). Adapun KPTI di Bank DKI dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.111 Tahun 2008.



Tugas dan Tanggung Jawab

Membantu Dewan Komisaris dan Direksi mengawasi kegiatan terkait Teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan strategi Teknologi Informasi yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Memberikan rekomendasi kepada Direksi, mencakup:
Rencana Strategis Teknologi Informasi
Perumusan Kebijakan dan Prosedur Teknologi Informasi yang utama seperti pengamanan Teknologi Informasi dan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi Informasi di PT Bank DKI.
Kesesuaian proyek-proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi informasi.
Kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek Teknologi informasi dengan rencana proyek yang disepakati dalam Service Level Agreement.
Kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank.
Efektiitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank DKI pada sektor Teknologi Informasi.
Pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya.
Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara dengan memfasilitasi hubungan antara kedua satuan.
Kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank DKI.

Guna pelaksanaan tugasnya, telah dibuat Buku Pedoman Perusahaan Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana Keputusan Direksi No. 58 Tahun 2009.

fungsi-fungsi lembaga keuangan

JAKARTA - Maraknya kasus-kasus yang menyangkut dunia finansial belakangan, menimbulkan pertanyaan soal lemahnya pengawasan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh komisaris, terutama di perusahaan terbuka pun diragukan.

Menurut Pengamat Ekonomi UGM, Revrizom Baswir, jika dirunut hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang mentah-mentah dianut Indonesia. Oleh karenanya, tak ada aturan yang spesifik mengatur fungsi pengawasan yang dilakukan komisaris.

Perusahaan saat ini bebas memilih direksi maupun komisaris sesuai keinginan pemilik. Bukan menjadi rahasia lagi jika misalnya para purnawirawan dan orang-orang yang memiliki banyak relasi terhadap kekuasaan atau lingkungan bisnis diangkat menjadi komisaris suatu perusahaan, termasuk perusahaan terbuka. “Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi hanya sebagai alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,” ucapnya kepada SH, Senin (9/5).

Untuk membuat fungsi pengawasan komisaris kembali kekhitahnya, Revrizon mengusulkan sebaiknya ada pengaturan khusus. Untuk perusahaan terbuka misalnya, kata Revrizon, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), bisa berperan lebih dengan membuat aturan baru.

“Bapepam-LK misalnya, bisa melakukan fit and profer test untuk calon komisaris perusahaan terbuka atau menerapkan pembatasan jabatan komisaris seseorang,” tuturnya.

Contoh kasus dari banyaknya jabatan komisaris dipegang seseorang dan membuat fungsi pengawasan dituding tak optimal bisa dilihat dari sosok Erry Firmansyah. Mantan Diretur Utama Bursa Efek Indoensia (BEI) ini menjabat komisaris di 12 perusahaan, di antaranya PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Benakat Petroleum Enery Tbk (BIPI), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalu PT Makmur Sejahtera, PT Berau Energy, PT Elnusa, PT Astra Internasional, Pefindo, dan Newmont Nusa Tenggara.

“Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,”. Erry sebelumnya mengaku, jika fungsi pengawasan yang dilakukan olehnya sebagai komisaris sudah berjalan. Untuk kasus Elnusa misalnya, Dewan Komisaris PT Elnusa Tbk pernah mempertanyakan keberadaan dana Rp 161 miliar kepada Direktur Keuangan Elnusa, Santun Nainggolan, yang disimpan di PT Bank Mega Tbk.

Namun, karena direksi terkait bisa menunjukkan bukti sertifikat deposito dan pembayaran bunga terus mengalir, dewan komisaris pun memercayainya. Terlebih lagi ada audit akuntan publik pada akhir tahun laporan.

Erry mengatakan, sertifikat asli deposito dari Bank Mega sampai saat ini masih dipegang oleh manajemen, sehingga dewan komisaris dan direksi tidak menaruh kecurigaan kepada oknum terkait. Bapepam-LK, kata Revrizon, sebenarnya bisa mendasari penerapan aturan pembatasan jabatan dengan alasan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas di suatu perusahaan terbuka. Pasalnya, dengan sekian banyak jabatan rangkap fungsi pengawasan diyakini tak akan efektif.

Menolak

Saat hal ini dikonfirmasi ke Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, ia menolak jika aturan termasuk melakukan fit and proper test harus dilakukan pihaknya. Itu karena izin usaha dari emiten tak diberikan oleh bapepam-LK, tapi oleh pihak lain. Bapepam-LK menurutnya hanya akan bisa mengatur semacam fit and propert test untuk perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh Bapepam-LK seperti perusahaan efek.

Menurut Nurhaida, untuk urusan aturan GCG, khususnya untuk perusahaan terbuka sendiri, sejatinya sudah banyak dilakukan oleh Bepapm-LK. “Sudah banyak aturan untuk GCG, misalnya kewajiban soal penempatan komisaris independen. Selain itu sejak 2-3 tahun terakhir, sanksi juga kami berlakukan untuk personal dari direksi atau komisaris bukan hanya untuk emitennya,” tuturnya.

sumber:sinar harapan
Jenis-jenis lembaga keuangan dan contoh-contohnya:

Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
DPPK didirikan oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan dengan kepesertaan terbatas pada karyawan saja. Adapun Pengurus dan Dewan Pengawas ditunjuk/diberhentikan oleh Pendiri. Program pensiun ada dua pilihan yaitu : Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti.

Usia pensiun untuk peserta ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) dengan kebijakan investasi berada di tangan Pendiri (untuk PPMP) atau Pendiri & Dewan Pengawas (untuk PPIP). Dengan kata lain peserta tidak bebas menentukan jenis investasi yang dikendaki.

DPPK dengan PPMP, pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dibayarkan kepada peserta sedangkan DPPK dengan PPIP dikenakan pajak pada saat dana dibelikan anuitas.

Kenaikan manfaat pensiun untuk PPMP dapat ditetapkan untuk pensiunan bulanan sebaliknya untuk PPIP tidak dapat dikenakan kenaikan.

Pengurus DPPK wajib menyampaikan neraca dan perhitungan hasil usaha, ringkasan laporan investasi semesteran/tahunan (audit), ringkasan hasil evaluasi Dewan Pengawas atas kinerja investasi dan setiap perubahan PDP.

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

DPLK dapat didirikan oleh Bank Umum atau Perusahaan Asuransi Jiwa, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan antara Pendiri dan Peserta mengingat peserta adalah perorangan.

Pengurus adalah pendiri langsung dengan Dewan Komisaris sebagai Dewan Pengawas. DPLK hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti dengan usia pensiun dapat ditentukan sesuai keinginan peserta.

Peserta dapat menarik hasil iurannya sendiri dan juga dapat menentukan jenis investasi yang diinginkan atau yang disediakan DPLK.

Pajak atas Manfaat Pensiun dikenakan pada saat dana dibelikan anuitas dan mengingat hanya menyelenggarakan PPIP maka tidak dapat dikenakan kenaikan manfaat pensiun bagi pensiunan bulanan.

DPLK wajib memuat Laporan Keuangan yang telah diaudit akuntan publik selain catatan atas Laporan Keuangan dalam surat kabar berskala nasional. Pengurus wajib memberitahukan peserta antara lain : posisi dana akhir tahun takwim, neraca & perhitungan hasil usaha dan perubahan PDP (ddws).

contoh-contohnya:
1.pajak
2.bangking
3.capital market
4.consulting
5.bisnis

sumber:wikipedia indonesia