JAKARTA - Maraknya kasus-kasus yang menyangkut dunia finansial belakangan, menimbulkan pertanyaan soal lemahnya pengawasan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh komisaris, terutama di perusahaan terbuka pun diragukan.
Menurut Pengamat Ekonomi UGM, Revrizom Baswir, jika dirunut hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang mentah-mentah dianut Indonesia. Oleh karenanya, tak ada aturan yang spesifik mengatur fungsi pengawasan yang dilakukan komisaris.
Perusahaan saat ini bebas memilih direksi maupun komisaris sesuai keinginan pemilik. Bukan menjadi rahasia lagi jika misalnya para purnawirawan dan orang-orang yang memiliki banyak relasi terhadap kekuasaan atau lingkungan bisnis diangkat menjadi komisaris suatu perusahaan, termasuk perusahaan terbuka. “Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi hanya sebagai alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,” ucapnya kepada SH, Senin (9/5).
Untuk membuat fungsi pengawasan komisaris kembali kekhitahnya, Revrizon mengusulkan sebaiknya ada pengaturan khusus. Untuk perusahaan terbuka misalnya, kata Revrizon, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), bisa berperan lebih dengan membuat aturan baru.
“Bapepam-LK misalnya, bisa melakukan fit and profer test untuk calon komisaris perusahaan terbuka atau menerapkan pembatasan jabatan komisaris seseorang,” tuturnya.
Contoh kasus dari banyaknya jabatan komisaris dipegang seseorang dan membuat fungsi pengawasan dituding tak optimal bisa dilihat dari sosok Erry Firmansyah. Mantan Diretur Utama Bursa Efek Indoensia (BEI) ini menjabat komisaris di 12 perusahaan, di antaranya PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Benakat Petroleum Enery Tbk (BIPI), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalu PT Makmur Sejahtera, PT Berau Energy, PT Elnusa, PT Astra Internasional, Pefindo, dan Newmont Nusa Tenggara.
“Tak heran kalau fungsi komisaris yang seharusnya sebagai pengawas berubah menjadi alat lobi untuk memuluskan bisnis suatu perusahaan,”. Erry sebelumnya mengaku, jika fungsi pengawasan yang dilakukan olehnya sebagai komisaris sudah berjalan. Untuk kasus Elnusa misalnya, Dewan Komisaris PT Elnusa Tbk pernah mempertanyakan keberadaan dana Rp 161 miliar kepada Direktur Keuangan Elnusa, Santun Nainggolan, yang disimpan di PT Bank Mega Tbk.
Namun, karena direksi terkait bisa menunjukkan bukti sertifikat deposito dan pembayaran bunga terus mengalir, dewan komisaris pun memercayainya. Terlebih lagi ada audit akuntan publik pada akhir tahun laporan.
Erry mengatakan, sertifikat asli deposito dari Bank Mega sampai saat ini masih dipegang oleh manajemen, sehingga dewan komisaris dan direksi tidak menaruh kecurigaan kepada oknum terkait. Bapepam-LK, kata Revrizon, sebenarnya bisa mendasari penerapan aturan pembatasan jabatan dengan alasan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas di suatu perusahaan terbuka. Pasalnya, dengan sekian banyak jabatan rangkap fungsi pengawasan diyakini tak akan efektif.
Menolak
Saat hal ini dikonfirmasi ke Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, ia menolak jika aturan termasuk melakukan fit and proper test harus dilakukan pihaknya. Itu karena izin usaha dari emiten tak diberikan oleh bapepam-LK, tapi oleh pihak lain. Bapepam-LK menurutnya hanya akan bisa mengatur semacam fit and propert test untuk perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh Bapepam-LK seperti perusahaan efek.
Menurut Nurhaida, untuk urusan aturan GCG, khususnya untuk perusahaan terbuka sendiri, sejatinya sudah banyak dilakukan oleh Bepapm-LK. “Sudah banyak aturan untuk GCG, misalnya kewajiban soal penempatan komisaris independen. Selain itu sejak 2-3 tahun terakhir, sanksi juga kami berlakukan untuk personal dari direksi atau komisaris bukan hanya untuk emitennya,” tuturnya.
sumber:sinar harapan
Senin, 12 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar